Powered By Blogger

Sabtu, 09 Januari 2016

PENGUKURAN KINERJA (Key Performance Indicator) DOSEN/TENAGA PENGAJAR

PENGUKURAN KINERJA (Key Performance Indicator) DOSEN/TENAGA PENGAJAR
1.     PENDAHULUAN
Dosen/Tenaga Pengajar sering dikaitkan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Dalam kesehariannya digambarkan melalui lagunya Bang Iwan Fals yang berjudul “Umar Bakri”. Makna yang tersirat dapat digambarkan bahwa kehidupan kesehariannya serba pas (cukup?) secara ekonomi.
Sisi lainnya menunjukkan bahwa tugas yang diemban oleh seorang dosen/tenaga pengajar boleh dibilang sangat berat karena mengemban tugas multi dimensi. Salah satunya adalah mendidik mahasiswa/murid agar dapat diterima sebagai seorang individu dalam lingkungan masyarakat/sosial.. Dari segi regulasi pemerintah di bidang pendidikan mempersyaratkan bahwa seorang dosen harus bergelar minimum Master  (S2/SP1) yang sudah tentu membutuhkan biaya tambahan untuk melakukan studi lanjut. Lebih jauh lagi, adanya pandangan sosial yang lebih menghargai “pengelompokkan kualitas PT” dan mengarahkan penghargaan kualitas dosen/tenaga pengajar ditinjau dari lululsan perguruan tingginya (bergengsi ataupun lulusan sekolah di luar negeri).
Kesimpangsiuran akan fungsi, tugas, dan tanggungjawab seorang dosen/tenaga pengajar seringkali terjadi. Semua fihak terkait pendidikan di negeri ini merasa dapat memberikan definisi, walupun terkadang definisi tersebut menyimpang dari skema pendidikan nasional yang jauh-jauh hari telah dirumuskan. Bahkan beberapa definisi telah diciptakan oleh dosen/tenaga pengajar yang bersangkutan, dan tak jarang bertentangan dengan regulasi nasional yang dewasa ini mulai disebarluaskan (skematik pendidikan kita untuk mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2020).
Melalui tulisan ini, penulis mencoba memaparkan suatu metodologi pendekatan untuk memberi gambaran bahwa tugas dosen/tenaga pengajar tidak mudah ditinjau dari aktivitas sehari-hari, dan juga tidak susah ditinjau dari pandangan jangka panjang berupa suatu amalan yang akan mengalir secara terus-menerus (dengan suatu persyaratan bahwa ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat). Selain itu, akan dikembangkan suatu pola pikir bahwa dosen/tenaga pengajar merupakan jabatan fungsional yang secara professional harus diukur juga kinerjanya, dan dalam istilah umum dikenal melalui “key performance indicator measuring”. Untuk melakukan hal tersebut maka diperlukan suatu model standard yang berlaku secara global untuk mengukur KPI dosen/tenaga pengajar berdasarkan siklus tertutup pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi.
2.     SIKLUS TERTUTUP PENGAMALAN TRIDARMA PERGURUAN TINGGI
Secara garis besar rangkaian aktivitas tridarma perguruan tinggi merupakan siklus tertutup, yang terdiri atas masukan, pemrosesan, dan luaran, yang ditunjang dengan beberapa prosedur dan beberapa variabel pengendali. Siklus tersebut akan dilalui oleh semua lembaga maupun institusi pendidikan, dan akan berkelanjutan sampai kapanpun. Seiring dengan berubahnya perkembangan jaman maupun cakupan keilmuan, maka diharapkan bahwa siklus tersebut dapat bergulir ke arah perbaikan berkelanjutan (PDCA) untuk  mengantisipasi perubahan yang ada. Beberapa penyesuaian terhadap pola siklus kemungkinan besar harus ditempuh, yang bertujuan untuk mengoreksi atau meluruskan arah yang telah dilakukan berdasarkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Beberapa institusi / lembaga pendidikan perlu menerapkan beberapa standardisasi yang berlaku di bidang pendidikan maupun sistem dokumentasi, semisal: Akreditasi BAN-PT, ISO 9001:2008, SNP, SPMI, dan lain-lainnya. Penerapan tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan / luaran dari pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi secara serempak dan seragam.
Siklus Tertutup Pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi
2.1.      LUARAN/OUTPUT
Penerapan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi diawali dari luaran yang akan dihasilkan.. Umumnya diawali dengan penetapan visi, misi, tujuan institusi/lembaga pendidikan. Yang kemudian diturunkan ke satuan pendidikan terkecil semisal program studi. Dari sisi penerapan sistem manajemen mutu, penetapan tersebut dapat berupa sasaran mutu, kebijakan mutu, dan beberapa persyaratan prosedur wajib berdasarkan standardisasi yang diterapkan. Beberapa institusi (pelaksana) pendidikan harus berani merumuskan luaran yang diturunkan secara hierarki berdasarkan penerapan siklus tertutup pada pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi. Luaran tersebut diharapkan dapat mempertimbangkan beberapa aspek berikut:
Tujuan pendidikan nasional:
Pendidikan Nasional Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan institusi:
  • Keterserapan lulusan mahasiswa oleh dunia usaha dan industri.
  • Waktu tunggu lulusan untuk mendapatkan pekerjaan
  • Jumlah lulusan yang berhasil membuka lapangan pekerjaan / menjalankan usaha melalui kegiatan wirausaha.
  •  Pencapaian kegiatan pembelajaran yang memperhatikan norma Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
  • Penjacapaian jumlah dosen yang melakukan aktivitas penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
  • Dan masih banyak lagi turunan lainnya.
Tujuan pembelajaran
  • Rata-rata indeks prestasi mahasiswa yang memenuhi tuntutan secara global.
  • Ketercapaian kompetensi mahasiswa yang sesuai dengan tuntutan pengguna jasa lulusan.
  • Kesesuaian materi pembelajaran, setiap dosen melakukan proses pengajaran sesuai dengan kurikulum dan silabus pembelajaran yang dituangkan dalam perangkat rencana pengajaran.
  • Terpenuhinya jumlah jam pembelajaran aktual yang sesuai dengan jumlah jam pembelajaran yang direncanakan.
  • Rekonstruksi materi ajar untuk menyelarasakan dengan beberapa kebutuhan seperti: perkembangan teknologi yang ada di pemakai jasa, rata-rata kemampuan mahasiswa dalam menyerap materi ajar, beberapa masukan yang diperoleh melalui kuesioner ataupun dari pengguna jasa lulusan.
  • Keberhasilan pelaksanaan bimbingan akademik dan non akademik sebagai wadah untuk memotivator mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Keterkaitan diantara penetapan luaran berdasarkan tujuan pegamalan tridarma perguruan tinggi:
 Keterkaitan diantara penetapan luaran berdasarkan tujuan pegamalan tridarma perguruan tinggi
2.2.      PROSES
Pada pelaksanaannya, tridarma perguruan tinggi berupa: pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat, merupan aktivitas besar di dalam suatu institusi pendidikan yang melibatkan seluruh jajaran pada struktur organisasi. Untuk menjaga konsistensi terhadap pencapaian tujuannya, maka setiap kegiatan tersebut dijabarkan melalui prosedur terdokumentasi. Ketiga aktivias tersebut harus dijabarkan secara tertulis dan diterjemahkan kepada ”Flow Process” atau ”Busines Process”. Untuk menjaga ketimpangan (ketidakseimbangan) pada pelaksanaannya, maka beberap batasan dapat ditetapkan secara tertulis, untuk menjamin bahwa setiap dosen/tenaga pengajara melakukan proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara terdokumentasi.
Proses bisnis: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat
Pemetaan proses di atas pada pelaksanaannya harus dijabarkan menjadi beberapa urutan “proses rinci” yang dikenal dengan Prosedur ataupun Instruksi kerja (pada tingkatan yang lebih rendah). Beberapa pemodelan telah dipandu oleh ISO / Brown Paper (Process Mapping) bagi pembuatan “prosedur/instruksi kerja” dan umumnya berisi :  Tujuan, Ruang Lingkup, Wewenang dan penanggungjabwab, Definisi, Bahan acuan, Dokumen, dan bagan alir. Hal ini dilakukan dalam upaya menjaga konsistensi dan keseragaman dalam penerapannya. Instruksi kerja akan mengatur suatu proses atupun sub poroses secara rinci yang bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan siklus tertutup PDCA. Namun tidak jarang ditafsirkan sebagai suatu alat yang membuat kaku / tidak dinamis untuk menjalankan suatu aktivitas pada suatu institusi pendiikan (tentunya hal ini merupakan pandangan yang keliru).
Prosdur/Instruksi Kerja: Pemantauan dan Pengukuran Hasil Diklat Teori & Praktik
2.3.      MASUKAN/INPUT
Masukan termasuk salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi luaran berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Kesesuaian persyaratan minimum terhadap beberapa masukan bahkan harus mengalami seleksi (uji kesesuaian spesifikasi).
Namun seringkali bahwa ketidaktercapaian tujuan dikaitkan dengan kondisi ketidakketercapaian pada saat seleksi awal dilakukan terhadap object masukan ataupun ketidakmampuan institusi untuk menerjemahkan secara bebas terhadap aspek regulasi yang berlaku.
Beberapa objek masukan yang dapat dipertimbangkan adalah: Calon Mahasiswa, Calon dosen, Tenaga pendukung, Sarana dan Prasarana, Regulasi, Produk, Pelatihan, Konsultasi, dan Rekayasa. Keseluruhan masukan tersebut akan mengalami proses yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dan akan diinseminasikan di dalam proses pencapaian tujuan.
Prosedur Penetapan Masukan
 2.4.      RESUME (pandangan umum terhadap siklus tertutup)
Mulai dari masukan, pemrosesan, sampai dengan luaran semuanya diatur melalui mekanisme siklus tertutup yang direncanakan, dipantau, dan dikendalikan. Beragam pendekatan dan beragam standardisasi diimplementasikan untuk menerapkannya.
Tulisan ini mencoba memberikan deskripsi mengenai apa saja yang seharusnya dilakukan oleh seorang dosen/tenaga pengajar. Yang secara langsung maupun tidak langsung (terkait fungsi struktural pada institusi pendidikan) terlibat di dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi. Sehingga, bentuk perencanaan, pemantauan, maupun pengendalian yang dilakukan sama persis seperti perlakuan terhadap mahasiswa. Jika luaran diterjemahkan ke dalam angka Indeks Prestasi, maka dosen / tenaga pengajar pun memiliki indeks prestasi tersendiri dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.
Metode ini hanya merupakan “Model Pengukuran” yang ditujukan untuk mendukung sertifikasi dosen dan sebagai bahan standardisasi pengukuran kualitas dosen. Supaya suatu saat nanti akan diperoleh kualitas dosen/tenaga pengajar yang memiliki kualitas:  seragam, integeralistik, dan tidak diterjemahkan secara partial maupun dikotomi geografis.
3.     VARIABEL PENENTU KINERJA DOSEN/TENAGA PENGAJAR (Key performance indicator for Lecture)
3.1.      PEMETAAN KEAHLIAN TAKSONOMI DOSEN/TENAGA PENGAJAR
Secara umum matrik pengukuran dibuat untuk mengungkapkan keahlian taksonomi dosen/tenaga pengahjar. Sudah barang tentu bahwa ketiga ranah berupa: Tujuan afektif, Tujuan psikomotorik, dan Tujuan Afektif yang merupakan tujuan dari proses pembelajaran terhadap mahasiswa untuk mendapatkan tingkat kompetensi yang diinginkan harus diperhatikan. Jika kita mengandaikan bahwa garis pembatas tersebut jelas bagi sasaran pembelajaran, maka sudah barang tentu bahwa keahlian taksonomi dosen/tenaga pengajar harus berada di atas (lebih tinggi) daripada mahasiswanya. Sayangnya, seringkali dijumpai bahwa pemenuhan kualifikasi tersebut hanya didasari oleh pemenuhan persyaratan pendidikan akademis saja (pendapat kebanyakan orang), padahal pemenuhan tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Tidak juga dapat dipungkiri bahwa dengan naiknya status pendidikan akademis, seharusnya akan memudahkan seorang dosen / tenaga pengajar (sebagai media) untuk memenuhi kualifikasi keahlian taksonomi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pijakan pertama terhadap pengukuran kinerja dosen adalah melalui pemetaan posisi dosen/tenaga pengajar tersebut sesuai dengan matriks keahlian taksonomi berupa tujuan kognitif, tujuan psikomotorik, dan tujuan afektif. Mungkin, penulis sekarang baru memahami istilah ”guru kencing berdiri dan murid kencing berlari” dalam arti yang positif untuk mewujudkan bahwa dosen / tenaga pengajar harus berada ”selangkah atau beberapa langkah di depan dibandingkan mahasiswa / muridnya” (kadangkala dijumpai bahwa kondisi sebaliknya terjadi).
Keahlian Taksonomi Dosen/Tenaga PengajarSaya selalu mengandaikan bahwa tak ada sesuatupun yang kekal ataupun berdiam diri secara statis, kecuali apa yang sudah menjadi kehendakNya. Hal tersebut menjadi dasar pemikiran saya bahwa tujuan taksonomi selalu berubah (dinamis) seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa variabel yang mempengaruhinya antara lain: kemajuan ilmu pengetahuan, kondisi geografis, kemampuan dosen/tenaga pengajar, kemampuan mahasiswa, dan masih banyak hal lainnya. Saya mencoba memodelkannya melalui gambar 3 dimensi dan 2 dimensi (+) berikut: (walaupun sebenarnya tidak dapat dinyatakan bahwa % taksonomi tujuan afektif, psikomotorik, dan kognitif sebagai suatu gambar balok)
Pemodelan Kedalaman Keahlian Tujuan Psikomotorik, Afektif, Kognitif
3.2.      MERUMUSKAN MATRIKS PENILAIAN KINERJA DOSEN/TENAGA PENGAJAR
Matriks penilaian kinerja dosen / tenaga pengajar dirancang untuk mengetahui kemampuan mengintegrasikan PDCA dalam proses belajar mengajar. Dimensi tersebut harus dapat mengukur secara keseluruhan 4 dimensi (pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan waktu). Kesemuanya dapat dikorelasikan oleh sebuah persamaan rumit yang dapat disederhanakan seperti beberapa pepatah: hari esok harus lebih baik dari hari ini, mood mengajar biasanya naik pada saat bonus akhir tahun akan diberikan, semangat meneliti atau mengabdi pada masyarakat akan meningkat pada saat personal vee si pelaksana mencapai orde ratusan juta bahkan milyaran rupiah.  Secara garis besar matrik penilaian kinerja dosen / tenaga pengajar diwujudkan seperti pada tabel berikut:
Bentuk Matriks Database Pengukuran Kinerja Dosen
3.3.      VARIABEL – VARIABLE PENGUKURAN
3.3.1.      PENDIDIKAN (Perencanaan Pengajaran)
Setiap dosen/tenaga pengajar berkewajiban untuk menyiapkan rencana pengajaran yang terdiri atas beberapa unsur. Unsur tersebut tidak selamanya terkait secara langsung pada proses pengajaran, namun demikian akan mempengaruhi terhadap pencapaian hasil proses pembelajaran. Beberapa unsur tersebut adalah:
  • Keberadaan dan pemahaman akan peran dan akuntabilitas sebagai dosen / tenaga pengajar [PDA]
  • Kepemilikan dan konsistensi penerapan buku pedoman akademik [BPA]
  • Pehahaman akan keterkaitan elemen-elemen pembentuk dan isi dari kurikulum [KRLM]
  • Dapat menerjemahkan jadwal pengajaran ke dalam satuan strategi pembelajaran [JDWL]
  • Menjiwai makna penerapan Sistem Manajemen Mutu dalam bidang pendidikan [QMS-PRODI]
  • Dapat mendisain Analisis Instruksional [AI]
  • Dapat merangkai Garis-Garis Besar Program Pengajaran [GBPP]
  • Dapat membuat rencana pengajaran yang dituangkan ke dalam Satuan Acara Pembelajaran / Acara Praktik [SAP]
  • Dapat membuat Strategi Instruksional [SI]
  • Dapat mendesain Pedoman Scoring [PS]
  • Dapat membuat Kisi-Kisi Test Objektif [KTO]
  • Dapat membuat Kisi-Kisi Test Uraian [KTU]
Matriks Penilaian: Pendidikan (tahap Perencanaan)
3.3.2.      PENDIDIKAN (Pemantauan)
Setiap perencanaan yang matang belum tentu dapat direalisasikan dengan baik, karena kita tidak memiliki kendali secara keseluruhan terhadap variabel yang mempengaruhinya (segala sesuatunya berhgantung pada ke-Arifan Yang Maha Kuasa). Boleh jadi waktu liburan bertepatan dengan waktu perkuliahan, boleh jadi kondisi kesehatan kita tidak memadai, dan boleh jadi …….(banyak sekali faktor yang mengakibatkan kita tidak dapat hadir di kelas ataupun ketidaktercapaian sasaran pembelajaran sehingga perlu waktu tambahan waktu pengajaran. Bahkan kita malas mengoreksi/memberi penilaian pada setiap tugas, kuiz, test, midtest, maaupun UAS). 2 Unsur penting yang menjadi sasaran pengukuran adalah. :
  • Rekaman pengajaran yang telah dilakukan. Hal ini ditujukan bahwa mahasiswa sebagai pelanggan kita berhak untuk mendapatkan waktu pengajaran dan materi ajar yang  sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
  • Pengiriman nilai secara berkala. Seringkali waktu seorang dosen/tenaga pengajar luar biasa sibuk (bukan biasa sibuk di luar kampus untuk menangani proyek). Seringkali terjadi bahwa seluruh nilai: tugas, latihan, quiz, test, ujian diperiksa menjelang akhir semester, sehingga berdampak bahwa perbaikan nilai menjadi tidak menjadi signifikan. Dan kondisi tersebut akan memperberat pencapaian sasaran mutu institusi yang mencanangkan bahwa IP harus di atas 3,0 untuk seluruh mahasiswa (yang melawan aturan distribusi normal). Hal terpenting yang perlu dicermati adalah jika Ketercapaian Kompetensi mahasiswa tidak terpenuhi (walaupun sering dijumpai bahwa nilai kualitatif ataupun kuantitatif pasti akan ada hasilnya, bahkan dengan rata-rata IP yang fantastis).
Pemantauan Kesesuaian Hasil & Proses Pembelajaran
  • Adakalanya seorang dosen/tenaga pengajar lupa, bahwa untuk mendidik mahasiswa / murid dengan patokan target tertentu dapat dihasilkan menurut kebiasaan yang sering dilakukannya (kebiasaan pribadi). Namun dengan penerapan persyaratan akreditasi, atau standard di bidang pendidikan, atau penerapan sistem mutu lainnya, ternyata semuanya harus memiliki kriteria patokan yang tidak didasari hanya oleh kebiasaan lama, namun ada aturan yang harus ditetapkan. Yang pada penerapannya dapat dilakukan secara manual (tulisan tangan) maupun penerapan software (yang terpenting siap ditelusuri, kapan saja, oleh siapa saja, dan untuk tujuan apa saja).
3.3.3.      PENDIDIKAN (Pengendalian)
Pengendalian selama proses belajar-mengajar tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan nilai Indeks Prestasi Mahasiswa yang tinggi. Kita harus memastikan bahwa seluruh tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai (walaupun tidak 100%, ada angka pendekatan realistis). Sebagaian besar dosen/tenaga pengajar, bahkan sampai kepada mahasiswa maupun pemakai jasa lulusan, seringkali memutar balikan fakta bahwa tujuan akhir pembelajaran adalah IP tinggi, bahkan lulusan dapat meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun dapat bekerja. Sudah selayaknya kita harus waspada, dan menjadi pertanyaan , ”apakah benar bahwa beberapa kondisi negatif yang terjadi di negara kita sebagian besar diakibatkan karena kesalahan pada pelaksanaan pendidikan?”.
Matriks Pengendalian Pendidikan
Pengendalian di bidang pendidikan harus dapat mengungkap 3 ranah tujuan taksonomi berupa afektif, psikomotorik, dan kognitif. Dan semua ranah tersebut tidak hanya bisa diukur melalui secarik kertas formal berupa ujian, quiz, test, midtest, maupun UAS. Namun harus dilengkapi dengan pengamatan detail untuk mengungkap perilaku mahasiswa untuk mengungkap sejauh mana ranah tujuan taksonomi tercapai)
Disadari / tidak disadari bahwa setiap dosen harus dapat mengungkapkan perilaku setiap mahasiswa (baik secara lisan, tulisan, ataupun pengamatan) melalui pelaksanaan : Entry behaviour test, Latihan soal, Quiz, Tugas, Pengamatan perilaku LK3, Test, Pengamatan kedisiplinan dalam bekerja, Midtest, Pengamatan kreativitas, Perbaikan nilai, Pengamatan sikap, Penilaian laporan, dan aspek Ketercapaian kompetensi.
3.3.4.      PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat merupakan faktor pengukur penting bagi dosen/tenaga pengajar. Wujud kepedulian arti makna jabatan fungsional dosen dan kepekaan terhadap kondisi masyarakat akan diuji melalui beberapa faktor tersebut. Badan Akreditasi telah jauh-jauh mengingatkan pentingnya faktor tersebut, dan dalam rangka sertifikasi dosen maka faktor tersebut merupakan hal crusial yang harus dipersiapkan. Di sisi lainnya banyak sekali fasilitas yang telah diberikan oleh dirjen pendidikan tinggi dalam hal pengembangan maupun penguatan dana. Namun di sisi lainnya, seringkali faktor ini terbengkalai bahkan menurunkan grade perguruan tinggi pada saat melakukan Akreditasi. Walaupun dilema tersebut ada, namun benang merah pelaksanannya telah dipandu sesuai dengan skematik diagram berikut:
Skematik penerapan matriks Penelitian & Pengabdian Pada Masyarakat
Pendefinisian antara Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat harus jelas dan diwadahi melalui suatu kebijakan institusi. Harus disadari bahwa pendefinisian tersebut akan membawa dampak pada perwujudan kompetensi mahasiswa yang dihasilkan, dan kompetensi dosen/tenaga pengajar dalam mengemban tugas mulianya. Mungkin, banyak hal yang telah dilakukan berkaitan dengan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, namun ’membuat laporan’ / ’jurnal penelitian’ merupakan suatu permasalahan sendiri yang harus diatasi. Flatform tersebut harus terlihat jelas dalam suatu institusi pendidikan. Akan ada daerah intersection diantara penelitian dan pengabdian pada masyarakat seperti tertera pada gambar berikut:
Pendefinisian Keterkaitan antara Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Untuk membagi hasil penelitian dan pengabdian pada masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara, mulai dari cara yang sederhana yaitu menghasilkan suatu karya tulis, sampai dengan yang rumit berupa pengelolaan hak paten. Tentunya kedua hal tersebut akan memperkaya kancah hasil putra bangsa di bidang pendidikan. Tidak jarang kita jumpai bahwa dosen/tenaga pengajar belum menghasilkan karya tulis berupa buku literatur, modul, ataupun handout. Tentunya hal tersebut lebih kurang akan berdampak pada pencapaian tujuan proses pembelajaran. Disisi lainnya, pemerintah melalui program tahunnya telah menyediakan dana yang cukup besar untuk merangsang dosen/tenaga pengajar untuk membuat karya tulis. Namun hal tersebut belum berjalan dengan baik, sehingga kewajiban institusi pendidikan adalah menjebatani antara ketersediaan fasilitas dari pemerintah dan kemauan dosen/tenaga pengajar untuk membuat karya tulis.
Dokumentasi Hasil Penelitan dan Pengabdian pada Masyarakat
3.3.1.      KETERLIBATAN DALAM PERBAIKAN KUALITAS DOSEN/TENAGA PENGAJAR DAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN MUTU
Bagaimanapun juga, keberhasilan seorang dosen/tenaga pengajar di dalam mengemban tugas tridarma perguruan tinggi, diwujudkan dalam perilaku ”softskill dosen/tenaga pengajar yang bersangkutan”. Sebagai bentuk perwujudannya adalah: menciptakan atau memberikan masukan terhadap penerapan sistem manajemen mutu yang tengah berlangsung. Beberapa faktor penilaian yang dibutuhkan adalah:
  • Keberadaan program kerja dosen/tenaga pengajar
  •  Kepemilikan rencana penganggaran dosen/tenaga pengajar
  • Keterlibatan dalam penyusunan Tugas Semester Akhir (keterkaitan dengan Penelitian dan/atau Pengabdian pada Masyarakat)
  • Usulan / Keterlibatan  perbaikan terhadap kebijakan / pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi.
  • Usulan / Keterlibatan pada pelaksanaan evaluasi Diri dan Penerapan Sistem manajemen mutu.
Keterlibatan dalan Perbaikan Sistem Manajemen Mutu & Kualitas Dosen
4.     PENUTUP
Tentunya tulisan ini sangat jauh dari sempurna. Tulisan ini merupakan suatu model pengukuran kinerja dosen/tenaga pengajar sebagai pelengkap data isian ”Rekaman Jejak Kinerja Dosen” yang telah dipersyaratkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi. Yang pada pelaksanannya telah distandardisasikan sesuai dengan tujuan nasional maupun tujuan regional di institusi pendidikan masing-masing. Dengan berpijak pada pengamalan tridarma perguruan tinggi, maka ’Pengukuran Kinerja Dosen & Tenaga Pengajar” (Key Performance Indicator) mutlak perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil pendidikan sesuai dengan tujuan awalnya. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, untuk mewujudkan tersebut mari kita ubah nuansa peribahasa berikut ke dalam makna positif ”Guru Kencing berdiri dan murid kencing berlari.
Indeks Prestasi / Raport Dosen/Tenaga Pengajar 
Kota Bima, 09-Januari-2016
MUKHLIS
Sekretaris Lembaga Penjamin Mutu
STKIP Bima


Kamis, 07 Januari 2016

Tips dan Triks Lulus Sertifikasi Dosen (Serdos)

Tulisan ini dibuat tanpa maksud mengurui siapa-siapa tetapi untuk saling berbagi kesuksesan sesama dosen yang  sangat mendambakan lulus serdos.Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman kami dalam proses mengikuti berbagai tahapan pada kegiatan Sertifikasi Dosen 2015. Tidak seperti Sertifikasi Dosen tahun-tahun sebelumnya, kegiatan sertifikasi Dosen 2015 menambahkan beberapa syarat yaitu:

1. Test of English Proficiency (TOEP) yang terdiri dari Listening (50 butir soal) dan Reading (50   butir soal)
2. Test Kemampuan Dasar Akademik (TKDA) 100 soal
3. Publikasi karya ilmiah/seni minimal 2 (dengan bobot 18/100 pada penilaian deskripsi diri)

Saran:
Walaupun anda sudah pernah test TOEFL maupun sejenisnya, bagusnya ikuti saja test TOEP dan TKDA, dari pada mengalami kesulitan pada tahapan berikutnya, pada tahun 2015 beberapa peserta diwajibkan test ulang akibat sertifikat TOEFL atau lainnya diragukan keabsahannya.


Bagi rekan-rekan dosen yang memiliki potensi untuk menjadi peserta Sertifikasi Dosen 2016 (S2, Dosen tetap minimal 2 tahun,  memiliki NIDN, memiliki jabatan fungsional minimal Asisten Ahli, memiliki SK Impassing, dan Aktif Mengajar dengan BKD minimal 12 SKS), tentu saja sudah harus mempersiapkan diri dengan :
  1. Memastikan data anda di Pangkalan Data Perguruan Tinggi (http://forlap.dikti.go.id), telah terupdate dengan baik, baik NIDN, jabatan fungsional, pendidikan tertinggi (misalnya sudah lulus S2, tetapi masih S1), status ikatan kerja (misalnya Dosen Tetap, tetapi ditulis Dosen Tidak Tetap), dan status Aktifitas (misalnya Aktif Mengajar, tetapi ditulis Tugas Belajar, atau Tidak Aktif). (hubungi operator perguruan tinggi anda), Riwayat mengajar minimal 12 SKS. Baca penyebab nama ada di D1 tetapi lenyap di D3.
  2. Memiliki SK Impassing atau pengakuan kesetaraan golongan bagi dosen PTS. (jika belum ada hubungi kopertis wilayah anda), jika telah ada segera minta operator perguruan tinggi untuk segera diupload, jika tidak data anda tidak akan muncul didaftar D1 (elegible untuk serdos), pada periode sebelumnya dosen muncul dulu didaftar D1 baru urus impassing dan upload, tetapi sekarang dosen harus upload impassing dulu baru bisa masuk daftar D1.
  3. Melakukan publikasi karya ilmiah baik melalui jurnal lokal, jurnal nasional, jurnal nasional terakreditasi, jurnal internasional, maupun melalui prosiding seminar lokal, seminar nasional, dan seminar internasional (masing-masing jenis publikasi memiliki bobot penilaiannya yang berbeda), sebaiknya publikasi karya ilmiah/seni tersebut dapat ditelusuri secara online, dan pastikan benar-benar hasil karya sendiri, baca Dosen Gagal Sertifikasi Jika Karya Ilmiah Mirip 60-70%
  4. Bagi rekan-rekan yang memiliki keterbatasan Bahasa English, segera siapkan diri dengan membentuk kelompok belajar yang dibimbing oleh dosen Bahasa English di perguruan tinggi anda, perkuat diri dengan mengerjakan soal-soal terutama dibagian Listening dan Reading, persiapan ujian TOEP tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi membutuhkan waktu 2-3 bulan untuk mencapai hasil yang baik.
  5. Melakukan latihan mengerjakan soal-soal TPA, dan memperkuat diri melakukan latihan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian sederhana tanpa menggunakan kalkulator.
  6. Mempersiapkan Curriculum Vitae anda sekarang juga, sehingga ketika pengisian Online tinggal copy paste saja. (Contoh CV untuk serdos)
  7. Mempersiapkan Deskripsi Diri yang diketik dengan Notepad dengan mengaktifkan fitur word wrap pada menu Option pilih word wrap (pengalaman teman saya yang ketik pakai word processor ketika copy paste, perlu dirapikan kembali secara manual). Baca beberapa contoh deskripsi diri yang pernah dibuat peserta lainnya, kemudian buatlah versi Deskripsi Diri anda sendiri (jangan copy paste, dan pasti tidak lulus), masing-masing point minimal 150 kata. (Contoh Deskripsi Diri untuk serdos, jangan dicopy paste, pasti tidak lulus :), lihat bagian deteksi kemiripan Deskripsi Diri, dan baca berita Awas, Gagal Serdos Karena Copas
Kelengkapan lainnya:
  1. Siapkan semua sertifikat kepersertaan dalam Seminar Ilmiah, baik sebagai peserta, maupun pemakalah. (scan dan simpan dengan nama file yang jelas dan format jpg, misalkan Sertifikat Seminar....jpg), scan cukup dengan 150 DPI, karena akan mempengaruhi ukuran file, dan kecepatan upload nantinya.
  2. Siapkan dokumen pdf makalah publikasi ilmiah yang pernah anda lakukan (bagi yang belum dapat ditelusuri online), jika yang dapat ditelusuri online cukup alamat link.
  3. Siapkan pas foto berwarna anda dengan ukuran 4x6 dan teman atau pihak yang dapat membantu anda menganti warna latar belakang foto, contoh: sebagai peserta laki-laki pada saat pembuatan kartu ujian TOEP dan TKDA diminta latar belakang merah, tetapi pada saat pengisian portofolio diminta latar belakang biru sehingga jangan hal sepele ini memecah konsentrasi anda.
Cermati jadwal-jadwal berikut untuk Serdos Tahap I 2015:
  1. Data D3 sebagai calon peserta Serdos diunggah pada tanggal I Juni 2015 melalui laman http://serdos.dikti.eo.id. 
  2. PTN/Kopertis/Kementerian Mitra melakukan verifikasi data D3 mulai tanggal 2 Juni 2015 sampai dengan tanggal l5 Juni 2015.
  3. Penetapan Data D4 menjadi DYS pada tanggal 18 Juni 2015
  4. Bagi DYS yang belum memiliki skor tes Kemampuan Berbahasa Inggris dan Kemampuan Dasar Akademik, dapat mengikuti tes yang diselenggarakan oleh PLTI yang dapat diakses di laman http://plti.or.id. 
  5. DYS melakukan pengisian Portofolio dan validasi Diskripsi Diri dari tanggal 18 Juni 2015 sampai dengan tanggal 10 Juli 2015. 
  6. Penilaian portofolio dijadwalkan mulai tanggal 14 Juli 2015 sampai dengan tanggal 7 Agustus 2015. 
  7. Yudisium Intemal oleh PTPS tanggal 10 Agustus 2015 dan Yudisium Nasional tanggal 12 Agustus 2015, hasilnya akan diumumkan secara nasional pada tanggal 13 Agustus 2015. 
  Jadwal Pendaftaran test TOEP dan TKDA:
  1. Masa Pendaftaran : 12-22 November 2015
  2. Ploting Jadwal dan Sinkronisasi Sistem : 23 November-25 November 2015
  3. Pelaksanaan Test : 26 November 2015
Persiapan mengikuti test TOEP dan TKDA:
Gambar 1. Alur Kerja Pendaftaran, Pembayaran, dan Pelaksanaan test TOEP dan TPA
  1. Silakan baca panduan pendaftaran peserta TOEP dan TKDA.
  2. Siapkan pas foto 4x6, discan dan simpan dalam file format jpg (cukup 150 dpi), bila perlu siapkan dua warna latar belakang merah, dan biru.
  3. Isikan data lengkap sesuai KTP, karena pada saat ujian akan diperiksa KTP.
  4. Sebaiknya jangan ganti password default yang diberikan kopertis (karena bisa lupa, username dan password dipakai untuk login ke sistem saat ujian), jadi kertas username dan password yang diberikan kopertis jangan dibuang, tapi harus dibawa pada hari ujian.
  5. Print Kartu Ujian, karena perlu dibawa saat ujian
  6. Setiap hari rajin login untuk melihat apakah jadwal ujian telah keluar.
  7. Lakukan kunjungan ke lokasi ujian (sampai ruang LAB) satu hari sebelum ujian.
  8. Lakukan latihan perhitungan sederhana seperti penjumlahan, perkalian, pembagian, pecahan karena tidak boleh pakai kalkulator.
  9. Hal yang perlu dibawa pada hari Ujian adalah : Kartu Ujian, Lembar Username dan Password, KTP, Pen dan Kertas coret untuk test TKDA (beberapa soal perlu perhitungan, dan logika), laptop maupun tas tidak perlu dibawa, karena tidak boleh dibawa masuk.
  10. Datang paling lambat 1/2 jam sebelum jadwal.
  11. Banyak istirahat 1 hari sebelum ujian, karena test cukup melelahkan dan makan konsentrasi (bila perlu minum vitamin :).
Test TOEP Listening  45-50 menit, dan Reading 60 menit, keseluruhan waktu test 105-110 menit. Tidak ada istirahat ataupun jeda waktu antara kedua test. Soal Listening hanya disajikan sekali (tidak diulang), Maka ketika peserta telah pindah ke soal berikutnya, maka tidak dapat kembali lagi. Jadi perbaikan tidak dimungkinkan lagi. Pada soal-soal Reading, peserta dapat kembali ke soal-soal sebelumnya untuk melakukan koreksi kalau waktu yang tersedia masih mencukupi. Skor hasil test akan dimunculkan dilayar begitu test berakhir (diakhiri oleh peserta, ataupun habis waktu). Tidak ada pengurangi nilai atas jawaban yang salah, jadi seharusnya peserta menjawab semua soal tanpa takut pinalti.

Bahan untuk latihan Toefl, jika anda menguasai materi-materi ini, maka saya yakin tes TOEP tidak menjadi masalah bagi anda:
  1. ETS Quick Preparation 1
  2. ETS Quick Preparation 2
  3. ETS Quick Preparation 3
  4. ETS Quick Preparation 4
  5. TOEFL Vocabulary
  6. TOEFL Practice
  7. Cracking the TOEFL CBT
Latihan Soal TPA
  1. Latihan 1
  2. Latihan 2
  3. Latihan 3
Daftar Portal terkait serdos:
1. Portal pendaftaran test TOEP dan TKDA
2. Portal pengisian portofolio serdos 

* Buat tim bersama beberapa teman yang juga mengikuti serdos.
* Kalau dari perguruan tinggi anda hanya anda sendirian, cobalah buat tim dengan peserta dari PT (cari teman pada saat test TOEP dan TKDA).
* Jika anda kurang mahir internet, cari dosen/teman yang mahir internet untuk membantu anda kalau ada kendala pada saat pengisian portofolio.

* Hubungi teman yang serdos 2014-2015 untuk membimbing anda. Jangan yang di atas tahun 2015, karena mereka tidak merasakan pengalaman serdos 2015 yang lebih kompleks (test TOEP, TKDA, dan kewajiban publikasi karya ilmiah).

Fakta Terkait Kelulusan

Data yang diolah dari hasil serdos 2015 salah satu kopertis. Lulus (49%) dan Tidak Lulus (51%) adapun penyebab ketidaklulusan adalah sebagai berikut ini:
  1. Nilai Gabungan (36%)
  2. Nilai Deskripsi Diri (23%)
  3. Deskripsi Diri tidak konsisten (19%)
  4. Menunggu diproses PTPS (belum ada nilai TKDA dan TOEP) (6%)
Gambar 2. Persentase Kelulusan, dan Penyebab KetidakLulusan.
Silahkan lihat tabel
Tabel Kelulusan Serdos Gel 1 2014 dari salah satu Kopertis, dengan fakta banyak yang tidak lulus dengan Vonis K (karena pengisian salah satu butir tidak lengkap (kosong)/dibawah 150 kata, publikasi ilmiah tidak ada,  karena ada kemiripan deskripsi diri, dokumen yang dilampirkan tidak sah terkait TKDA, TKBI maupun sertifikat Pekerti)

Syarat kelulusan dari buku II petunjuk serdos 2014:
  1. Nilai Deskripsi Diri (DD) >= 4.0 (hasil rerata dari 2 Asesor), yang dinilai berdasarkan deskripsi diri yang memuat 5 (lima) unsur yaitu pengembangan kualitas pembelajaran (bobot 28/100), pengembangan keilmuan/keahlian (bobot 34/100), pengabdian kepada masyarakat (bobot 16/100), manajemen pengelolaan institusi (12/100), peningkatan kualitas kegiatan mahasiswa (bobot 10) (semua point harus diisi minimal 150 kata, jika salah satu pertanyaan kosong, maka DD dinyatakan tidak bisa dinilai, yang artinya tidak lulus). Kemudian juga ditambah Curriculum Vitae, sertifikat TOEP, TPA, dan publikasi karya ilmiah (lebih disukai bukti-bukti yang dapat ditelusuri online, kalau tidak lampirkan scan cover, daftar isi, dan makalah, sertifikat pemakalah).
  2. Skor Perseptional (SP) >= 4.5 dan Rerata masing-masing komponen >= 4.0, SP dihitung dari rerata 10 (sepuluh) penilai, yang terdiri dari 5 orang mahasiswa, 3 dosen sejawat, 1 orang atasan, dan diri sendiri (dosen yang disertifikasi). Masing-masing komponen terdiri dari pedagogi, profesional, kepribadian, dan sosial.
  3. Konsistensi Nilai Deskripsi Diri (DD), dilakukan dengan membandingkan antara Nilai DD, dengan Skor Perseptional (SP). Jika Nilai DD Tinggi sedangkan  Skor Perseptional Rendah ataupun sebaliknya maka dianggap tidak konsisten (tidak lulus). Kriteria dihitung dengan (nilai DD/7 x 100%), dan (nilai SP/7 x100%), kriteria tinggi jika diperoleh 70% keatas, kriteria sedang jika diperoleh 50% sampai 69.99%, kategori rendah jika dibawah 50%.
  4. Nilai Gabungan (NGB) > 4.0, NGB = (2 x NAP + 2 x NKP + NPS + NBI + NPA)/7, yang terdiri dari NAP (jabatan akademik dan pendidikan), NKP (nilai kepangkatan), NPS (nilai rerata skor perseptional), NBI (Nilai angka kemampuan bahasa English), dan NPA (Nilai angka TPA). Jelasnya lihat halaman 11-15 buku II serdos 2014.

Analisa SWOT

Kenali kembali diri anda dengan menggunakan analisa SWOT berikut ini, sehingga anda dapat melihat faktor yang dapat mengagalkan kelulussan serdos, dan memilih strategi untuk lulus Serdos 2014.


 Gambar 3. Analisa SWOT dan Ancaman Kegagalan Serdos
Gambar 4. Analisa SWOT dan Strategi Kelulusan

Skenario Kelulusan 1:

Peserta lulusan S1 (umur 60 tahun dan masa kerja sebagai dosen 30 tahun), Asisten Ahli, Gol III/A, Score TOEP = 55, dan TKDA = 54 maka:
NAP =3.0
NKP = 4.0
NBI = 4 (46-55 dapat score NBI = 4, lihat halaman 11 pada buku II serdos 2014)
NPA = 4 (45-54 dapat score NPA = 4.0, lihat halaman 11, pada buku II serdos 2014)
Maka perlu mengoptimalkan:
Nilai DD minimal 4.0 (kriteria Sedang 4/7 x 100% = 57%)
Nilai PS minimal 6.1, dan masing-masing komponen >= 4.0 (kriteria Tinggi 6.1/7 x 100% = 87%)
Sehingga :
  • Nilai DD (lulus >= 4.0)
  • Nilai  PS (lulus >= 4.5, dan masing-masing komponen >= 4.0)
  • Konsistensi nilai DD (lulus, Sedang dan Tinggi)
  • NGB =  (2 x 3.0 + 2 x 4.0 + 6.1 + 4 + 4 )/7 = 28.1/7 = 4.014
  • Nilai Gabungan (lulus, NGB > 4.0, dimana 4.014 > 4.0)
Catatan: Apakah mungkin mendapatkan nilai PS dengan nilai re-rata 6.1?, artinya nilai setiap point adalah 6 atau 7, tetapi saya yakin kalau sudah mengabdi 30 tahun harusnya jabatan fungsional minimal sudah Lektor, dan Golongan IV/a, tetapi biasanya terancam di nilai TOEP dan TKDA.

Skenario Kelulusan 2:

Peserta lulusan S2, Asisten Ahli, Gol III/A, Score TOEP = 55, dan TKDA = 54 maka:
NAP = 4.0
NKP = 4.0
NBI = 4 (46-55 dapat score NBI = 4, lihat halaman 11 pada buku II serdos 2014)
NPA = 4 (45-54 dapat score NPA = 4.0, lihat halaman 11, pada buku II serdos 2014)
Maka perlu mengoptimalkan:
Nilai DD minimal 4.0 (kriteria Sedang 4/7 x 100% = 57%)
Nilai PS minimal 4.5, dan masing-masing komponen >= 4.0 (kriteria Sedang 4.5/7 x 100% = 64%)

Sehingga :
  • Nilai DD (lulus >= 4.0)
  • Nilai  PS (lulus >= 4.5, dan masing-masing komponen >= 4.0)
  • Konsistensi nilai DD (lulus, sedang dan sedang)
  • NGB =  (2 x 4.0 + 2 x 4.0 + 4.5 + 4 + 4 )/7 = 28.5/7 = 4.071
  • Nilai Gabungan (lulus, NGB > 4.0, dimana 4.071 > 4.0)
Saya yakin, kalau melihat dua skenario tersebut diatas, terlihat bahwa untuk lulus, maka nilai NGB > 4.0, dan karena faktor pembagi adalah 7, maka nilai minimal nilai akhir yang harus dicapai sebelum pembagian adalah 28.5,  maka saya yakin anda tahu apa yang harus anda lakukan untuk lulus serdos 2014:
  1. Kalau pendidikan, jabatan fungsional, dan golongan tidak ada yang bisa anda lakukan dalam waktu dekat (kalau punya kepangkatan Lektor keatas maupun Golongan III/A keatas dapat membantu nilai akhir), tetapi anda dihadang oleh nilai TOEP, TKDA dan Nilai DD).
  2. Hal yang dapat anda lakukan adalah mengoptimalkan nilai test TOEP dan TKDA setinggi-tingginya, dengan target minimal score TOEP adalah 46, dan score TPA adalah 45.
  3. Membuat deskripsi diri yang sebaik-baiknya, setiap point harus terisi dengan minimal 150 kata, jangan ada yang kosong. Santai saja, buat dalam narasi upaya yang telah anda lakukan, fokus pada point kualitas pengajaran, dan pengembangan ilmu/keahlian (jumlah bobot 28 + 34 = 62%), baru kemudian pengabdian masyarakat, manajemen pengelolaan institusi dan kualitas kegiatan mahasiswa (16 + 12 + 10 = 38%). Jangan ada point yang tidak dijawab (tidak lengkap, tidak bisa dinilai, dan tidak ada nilai DD alias tidak lulus). Jika anda telah memiliki publikasi karya ilmiah internasional ataupun terakreditasi nasional, maka capaian terkait dengan nilai DD rasanya tidak berat, tetapi jika karya ilmiah anda hanya jurnal lokal atau prosiding lokal, tentu saja lebih berat, Jelasnya lihat halaman 11-15 buku II serdos 2014. Saya menyarankan kalau bisa fakta-fakta yang anda nyatakan pada deskripsi diri dapat ditelusuri online. (Contoh Deskripsi Diri untuk serdos, jangan dicopy paste, pasti tidak lulus :), lihat bagian deteksi kemiripan DD.
  4. Dan gerbang terakhir anda adalah Penilaian Perseptional (karena anda diberi kesempatan menilai diri sendiri, mungkin ini memang disiapkan untuk sebagai senjata untuk membantu kelulusan) dengan memperhatikan faktor konsistensi (jangan DD rendah tetapi PS tinggi, atau DD tinggi tetapi PS rendah, sama dengan tidak konsisten), jika dilihat dari nilai DD >= 4.0, berarti minimal sedang, sehingga strategi anda adalah skenario DD sedang PS tinggi, DD sedang PS sedang, DD tinggi PS tinggi. Silakan download file excel untuk mensimulasikan Penilaian Perseptional.

Gunakan Kalkulator berikut ini untuk menghitung minimal skor perseptional yang anda butuhkan

Kalkulator Rekomendasi Skor Perseptional Minimal


Jabatan Akademik dan Pendidikan Tertinggi (NAP)

Berdasarkan Golongan(NKP)
Skor Tes Bahasa Inggris (TOEP)
Skor Tes Potensi Akademik (TKDA)


Kalau sudah lulus serdos, siapkan NPWP untuk kelancaran pembayaran tunjangan serdos.

Penting!!!!
Pengisian CV dan deskripsi diri sebaiknya selesai dua hari sebelum batas akhir, karena perlu diprint dan disahkan atasan dan pimpinan, kalau sampai last minutes bisa tidak terkejar. Koordinasi sama atasan dan pimpinan, minta dukungan mereka terkait jadwal. hubungan baik dengan atasan dan pimpinan adalah kunci penting untuk lulus serdos. Contoh lembar pengesahan.

Contoh 7 langkah isian portofolio serdos, mulai dari validasi biodata, sampai dengan upload lembar pengesahan.

Contoh Deteksi Kemiripan Deskripsi Diri ketika penilaian oleh Aksesor:


Apa yang dapat dilakukan Account PTU atas isian serdos anda, sehingga menjadi persiapan kalau ada hal-hal yang tidak diinginkan dapat minta bantuan ke admin PTU.

Persepsi Asesor  Penilai Serdos Tahun 2015

Berikut ini adalah slide terkait dengan penyamaan persepsi Asesor 2015, yang disertai dengan alasan ketidaklulusan, statistik kelulusan menurut  jabatan akademik, vonis K (nilai mati, peserta langsung tidak lulus) menurut rumpun ilmu, rerata skor TKDA menurut jabatan akademik, rerata skor TKDA menurut tingkat pendidikan, rerata skor TKBI menurut jabatan akademik, rerata TKBI menurut tingkat pendidikan, penyebab vonis nilai K, vonis nilai K terkait dengan kemiripan DD,

Akhir, siapkan segala sesuatu sekarang juga, karena biasanya jadwalnya ketat, selamat bekerja.

Jumat, 24 Januari 2014

RANCANGAN PENELITIAN

STUDI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI KECAMATAN RABA KOTA BIMA PROVINSI NTB

 BAB I PENDAHULUAN 

 1. Latar Belakang Masalah
Strategi pembangunan yang terlalu sentralistik merupakan contoh ketidakpastian birokrasi masa lalu terhadap variasi pembangunan masyarakat lokal dan kurang tanggap terhadap kepentingan dan kebutuhan akan masyarakat di tingkat desa/kelurahan. Hal ini menyebabkan partisipasi dan spirit masyarakat untuk mengembangkan potensi lokal tidak dapat berkembang dengan wajar. Partisipasi memang telah lama menjadi penghias bibir para penjabat dari tingkat pusat sampai tingkat desa bahwa pembangunan dan kelestarian hasil pembangunan tidak akan berhasil bila tidak didukung dengan “partisipasi masyarakat”. Untuk tercapainya keberhasilan pembangunan masyarakat desa maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan dalam rangka membangun wilayahnya sebab merekalah nantinya yang akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka. Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program kegiatan tersebut. Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan. Proses perencanaan dimulai dengan informasi tentang ketersediaan sumber daya dan arah pembangunan nasional, sehingga perencanaan bertujuan untuk menyusun hubungan optimal antara input, proses, dan output/outcomes atau dapat dikatakan sesuai dengan kebutuhan, dinamika reformasi dan pemerintahan yang lebih demokratis dan terbuka, sehingga masyarakatlah yang paling tahu apa yang dibutuhkannya. Jadi partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan sangat penting karena dapat menumbuhkan sikap memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan Sejalan dengan waktu, upaya memikirkan ulang format proses politik yang lebih memberi ruang kepada rakyat mulai tampak, hal ini ditandai dengan diterapkan maka hal tersebut juga membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan di Indonesia, salah satu wujudnya adalah dengan diterapkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” dan didukung dengan Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001 Tentang “Pedoman umum pengaturan mengenai desa” serta keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 Tahun 2002 tentang “peraturan desa dan keputusan kepala desa”. Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri tersebut secara umum mengamanatkan bahwa pembangunan daerah dan desa/keluarahan harus dikelola dengan memperhatikan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, sekaligus dengan memelihara kehidupan berdemokrasi di tingkat desa dalam pelaksanaannya kemudian Undang-undang tersebut direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan untuk peran partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbit Surat Edaran Bersama antara Kepala BAPPENAS dengan Medagri No. 0259/M. PPN/I/2005 /050/1 66/sj tanggal 20 Januari 2005 perihal petunjuk teknis penyelenggaraan musrenbang tahun 2005 dari tingkat desa/kelurahan hingga Kabupaten/Kota. Untuk membangun kehidupan bernegara dengan tingkat keragaman masyarakat dan karakteristik geografis yang unik, pemerintah telah menyusun Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang terpadu, menyeluruh, sistematik, yang tanggap terhadap perkembangan jaman, yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Dalam pasal 1 dinyatakan bahwa SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggaraan negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Kemudian dalam pasal 2 dinyatakan pula bahwa tujuan SPPN adalah: 1. Mendukung kondisi antar pelaku pembangunan. 2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan daerah. 3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. 4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat. 5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Banyak fenomena menarik dalam proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di Kecamatan Raba Kota Bima, terutama berkaitan dengan langkah ke 3 pada tahap pertama proses perencanaan pembangunan dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 yang berbunyi: Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-¬masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Diawali dengan penyelenggaraan musrenbang tingkat desa/kelurahan, musrenbang tingkat kecamatan, musrenbang tingkat kab/kota. Hal menarik tersebut antara lain: mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah yang dilaksanakan mulai musrenbang desa/kelurahan sampai kecamatan belum melibatkan masyarakat untuk memutuskan prioritas kegiatan, padahal untuk menciptakan perencanaan pembangunan yang tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan karena masyarakatlah yang mengetahui permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan yang mereka kehendaki, sehingga keikutsertaan masyarakat dapat mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Ada kecenderungan bahwa usulan yang diajukan dalam musrenbang kecamatan merupakan rumusan elite desa/kelurahan, sehingga partisipasi masyarakat yang sesungguhnya masih jauh dari harapan. Fenomena ini dapat dilihat berdasarkan hasil observasi penulis ketika menghadiri kegiatan musbangdes di kelurahan Rite Kecamatan Raba pada tanggal 25 Oktober 2013, kegiatan Musbangdes dihadiri oleh perwakilan Rukun Warga/RW (ada 5 RW di Kelurahan Rite), dan beberapa orang perwakilan masyarakat. Sebelum dilaksanakan musbangdes terlebih dahulu diselenggarakan musbangdus yaitu musyawarah pembangunan dusun. Kelurahan Rite terbagi dalam 10 RT. Masing-masing RT menyerahkan daftar identifikasi kebutuhan masyarakat ke kantor kelurahan sebelum penyelenggaraan musbangdes. Pada tahap musbangdes, aparat desa/kelurahan membacakan daftar identifikasi kebutuhan dari masing-masing RT, namun tidak mendiskusikan kebutuhan mana yang dijadikan kegiatan prioritas yang akan diusulkan pada musrenbang tahapan selanjutnya. Pihak kelurahanlah yang merumuskan daftar kegiatan prioritas tersebut. Berdasarkan fenomena tersebut, pemerintah kelurahan masih mendominasi perumusan kegiatan prioritas yang akan diusulkan dalam musrenbang selanjutnya.

2. Identifikasi dan Perumusan Masalah 
2.1. Identifikasi Masalah 
  1. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Raba Kota Bima rendah.
  2. Sosialisasi oleh aparat pemerintah daerah belum menyentuh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan daerah. 
  3. Implementasi Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional masih belum dipahami oleh beberapa pihak yang terkait dalam proses perencanaan pembangunan di daerah. 
  4. Kesiapan perangkat organisasi, sumber daya aparatur di daerah serta peningkatan dan pemberdayaan stakeholders belum optimal. 

2.2. Perumusan Masalah 
  1. Belum optimalnya proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Raba Kota Bima. 
  2. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Raba Kota Bima. 


3. Tujuan Penelitian 
  1. Mendeskripsikan dan menganalisis proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Raba Kota Bima. 
  2. Mendeskripsikan dan menganalisis partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan di Raba Kota Bima. 


 4. Kegunaan Penelitian 
  1. Memberikan masukan kepada lembaga terkait agar lebih mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Bima. 
  2. Sebagai bahan untuk menambah khasanah pengetahuan dalam perencanaan pembangunan daerah dan bahan perbandingan bagi penelitian sejenis bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 


 BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan 
Pembangunan adalah pergeseran dari suatu kondisi nasional yang satu menuju kondisi nasional yang lain, yang dipandang lebih baik dan lebih berharga (Katz dalam Tjokrowinoto 1995). Disamping itu pembangunan juga merupakan proses multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan yang penting dalam suatu struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembaga¬lembaga nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan absolut (Todaro, 1977). Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan berarti proses menuju perubahan¬-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam pengertian pembangunan para ahli memberikan berbagai macam definisi tentang pembangunan, namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Siagian (1994) memberikan pengertian tentang bagaimana pembangunan sebagai “suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Nation building)”. Adapun Ginanjar Kartasasmita (1997;9) memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan yaitu: “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Upaya untuk memahami makna dan strategi pembangunan yang tepat telah melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu akibatnya konsep pembangunan menjadi multi interpretable namun disamping itu pembangunan harus dipahami sebagai proses multi dimensional dan mencakup perubahan orientasi dan sistem organisasi sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Todaro melihat pembangunan sebagai: “proses yang multi dimensional dari struktur masyarakat, perilaku, kelembagaan, perkembangan ekonomi, pengurangan kepincangan, dan penghapusan kemiskinan absolut dari masyarakat”. Tiga nilai yang menjadi tujuan pembangunan adalah: (1) Live sustainance atau terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan dari ancaman, (2) Self esteem, kemampuan untuk menjadi diri sendiri, (3) Freedom for survitude, yaitu kemampuan untuk memilih secara bebas. Meskipun pengertian pembangunan amat bervariasi namun menurut Esman (Tjokrowinoto 1999:91) secara umum pembangunan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi nasional yang satu ke kondisi nasional yang dipandang lebih baik atau kemajuan yang terus menerus menuju perbaikan kehidupan manusia yang mapan. Pembangunan masyarakat desa menurut Tjokrowinoto (1999:35) dapat dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas kekuatan sendiri, (3) azas pemufakatan bersama. Azas pembangunan integral ialah pembangunan yang seimbang dari semua segi masyarakat desa. Azas kekuatan sendiri adalah tiap-tiap usaha pertama-tama harus berdasarkan kekuatan sendiri, azas pemufakatan bersama ialah pembangunan harus dilaksanakan secara benar untuk menjadi kebutuhan masyarakat desa dan putusan untuk melaksanakan proyek bukan atas prioritas atasan tetapi merupakan keputusan bersama anggota masyarakat desa. Disamping itu strategi desa yang telah dikembangkan antara lain pendekatan dari atas (top down), pendekatan dari bawah (bottom up) dan pendekatan pengelolaan mandiri oleh masyarakat desa (community base management). Pendekatan ‘top down’ dilaksanakan berdasarkan jalan pikiran bahwa masyarakat desa adalah pihak yang bodoh dan belum dapat memikirkan serta mengerjakan apa yang baik untuk mereka. Jadi semua segi kehidupan dirancang dan diturunkan dari pemerintahan. Pendekatan ‘bottom up’ dilaksanakan dengan asumsi bahwa masyarakat desa telah memiliki kemampuan untuk memikirkan dan mengerjakan kebutuhannya sendiri dan pemerintah hanya turut serta dalam sistem administrasinya. Pendekatan ‘community base management’ sebenarnya bukan gagasan baru namun muncul dan digali dari masyarakat setempat yang diangkat dari praktek masyarakat tradisional dalam mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan ekonomi bersama dalam desa tanpa campur tangan pemerintah. Pembangunan memerlukan perencanaan karena kebutuhan pembangunan lebih besar daripada sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada. 

2.2. Perencanaan
Secara umum perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Menurut Waterson (dalam Diana Conyers, 1994: 4) pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar terorganisasi dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan J Nehru (dalam Diana Conyers, 1994: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu bentuk latihan intelejensia guna mengolah fakta serta situasi sebagaimana adanya dan mencari jalan keluar guna memecahkan masalah. Kemudian Beenhakker (dalam Diana Conyers, 1994: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah seni untuk melakukan sesuatu yang akan datang agar dapat terlaksanakan. Definisi lain diungkapkan Kunarjo (2002: 14) yang menyebutkan bahwa secara umum perencanaan merupakan proses penyiapan seperngkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Dari beberapa pengertian tentang perencanaan, penulis mensintesakan bahwa perencanaan merupakan langkah awal dalam melaksanakan suatu tujuan tertentu yang menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan. Definisi perencanaan yang lain dikemukakan oleh Sitanggang, mengemukakan bahwa perencanaan diartikan sebagai alat atau unsur dalam upaya menggerakan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagiannya mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan Bintoro Tjokroamidjojo (1998:12) berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (Maximum Output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Beliau juga mengungkapkan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilama dan oleh siapa. Definisi lain dikemukakan oleh para ahli manajemen dalam buku yang ditulis oleh Malayu S.P. Hasibuan (1988) diantaranya: George R Terry mengatakan perencanaan adalah upaya untuk mememilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-sumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita menyatakan bahwa pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Diana Conyers dan Peter Hill (LAN-DSE, 1999) mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses yang terus menerus melibatkan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan penggunaan sumber daya yang ada dengan sasaran untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa yang akan datang. T Hani Handoko mengemukakan pengertian perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan, serta periode sekarang pada saat rencana dibuat. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat diuraikan beberapa komponen penting dalam perencanaan yakni tujuan (apa yang hendak dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasi tujuan), dan waktu (kapan, bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan). Menurut Koontz dan O’Donnel, perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, program-program dari alternatif yang ada. Sedangkan Louis A Allen mengemukakan bahwa perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 

2.3. Perencanaan Pembangunan 
Pengertian perencanaan pembangunan dapat dilihat berdasarkan unsur-unsur yang membentuknya yaitu: perencanaan dan pembangunan. Perencanaan menurut Terry (dalam Hasibuan, 1993:95) adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pengertian pembangunan menurut Siagian adalah suatu usulan atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Perencanaan menurut Lembaga Administrasi Negara (dalam Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 4) berarti memilih prioritas dan cara atau alternatif untuk mencapai tujuan, pengalokasian sumber daya, bertujuan mencapai tujuan, berhubungan dengan masa depan, serta kegiatan yang terus menerus. Pendapat ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Conyers (1981: 3) bahwa perencanaan adalah sebagai: “suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusan-keputusan, alternatif-alternatif atau pilihan, mengenai cara¬-cara alternatif penggunaan sumber daya-sumber daya, dengan tujuan menghasilkan sasaran-sasaran spesifik untuk waktu yang akan datang”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan adalah sebagai alat untuk memilih, merencanakan untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang diinginkan, maka perencanaan itu sangat diperlukan agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah, efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya dan dana. Sedangkan pembangunan dalam perencanaan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui apa yang dilakukan secara terencana. Menurut Diana Conyers (1994: 5) setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial, karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Perencanaan jenis ini biasanya dipakai pemerintah atau badan lainnya guna mengatasi masalah perubahan ekonomi dan masalah sosial pada umumnya. Perencanaan ini dikenal dengan perencanaan pembangunan. Lebih lanjut Riyadi dan Bratakusumah (2004: 6) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan. Karena itu perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mapu menyentuh kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan baik internal maupun eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan. Dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai area pembangunan sehingga terbentuk konsep perencanaan pembangunan daerah, keduanya menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu konsep perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam daerah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tetapi berpegang pada asas prioritas. Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan di atas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan baik yang bersifat fisik (mental spiritual) dalam rangka pencapaian tujuan yang lebih baik. Mekanisme perencanaan pembangunan di Indonesia telah diterapkan secara luas mulai pertengahan tahun 1980-an. Mekanisme perencanaan tersebut menggunakan kombinasi antara pendekatan dari bawah (bottom up approach) dan dari atas (top down approach). Terdapat enam tahap yang dilalui, mulai dari musyawarah pembangunan desa (musbangdes), Diskusi Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) di tingkat kecamatan, rapat koordinasi pembangunan (rakorbang) di tingkat kabupaten/kota, rakorbang tingkat provinsi, konsultasi regional pembangunan (konregbang), dan konsultasi nasional pembangunan (konasbang). Perluasan otonomi daerah yang semakin dititikberatkan kepada kabupaten/kota akan membawa konsekuensi dan tantangan yang cukup berat bagi pengelola administrasi negara di daerah, baik dalam tahap perumusan kebijakan maupun implementasinya program-program pembangunan. Oleh karena itu model pembangunan daerah di masa kini dan masa depan perlu difokuskan kepada pengembangan masyarakat lokal. Model pembangunan itu dilakukan melalui perubahan paradigma pembangunan top down ke pembangunan partisipatif. Untuk mendapatkan hasil perencanaan pembangunan daerah yang baik, tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna dan berhasil guna, dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, karena masyarakat sebagai salah satu unsur dalam pembangunan, tentunya dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang ada di wilayahnya, disamping itu dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakatnya, sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan yang jelas akan sangat menguntungkan bagi pelaksanaannya. 2.4. Partisipasi masyarakat Untuk membahas partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, perlu kiranya diketahui perkembangan pembangunan di daerah yang selama ini dilakukan oleh pemerintah karena walau bagaimanapun peran pemerintah dalam pembangunan yang selama ini tidak terlepas dari peran masyarakat maka keberadaan masyarakat juga tidak dapat dipandang sebelah mata dalam kehidupan bernegara dan dalam kegiatan pembangunan. Beberapa hal yang dianggap penting untuk dibahas di dalam penelitian ini antara lain: Partisipasi selain telah menjadi kata kunci dalam pembangunan, juga menjadi salah satu karakteristik dari penyelenggaraan pemerintah yang baik. Secara etimologi, partisipasi (participation) yang berarti mengambil bagian/keikutsertaan. Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia dijelaskan “partisipasi” berarti: hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Secara umum pengertian dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keperansertaan semua anggota atau wakil-wakil masyarakat untuk ikut membuat keputusan dalam proses perencanaan dan pengelolaan pembangunan termasuk di dalamnya memutuskan tentang rencana¬-rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, manfaat yang akan diperoleh, serta bagaimana melaksanakan dan mengevaluasi hasil pelaksanaannya. Melihat dampak penting dan positif dari perencanaan partisipatif, dengan adanya partisipasi masyarakat yang optimal dalam perencanaan diharapkan dapat membangun rasa pemilikan yang kuat dikalangan masyarakat terhadap hasil-hasil pembangunan yang ada. Geddesian (dalam Soemarmo 2005 :26) mengemukakan bahwa pada dasarnya masyarakat dapat dilibatkan secara aktif sejak tahap awal penyusunan rencana. Keterlibatan masyarakatdapat berupa: (1) pendidikan melalui pelatihan, (2) partisipasi aktif dalam pengumpulan informasi, (3) partisipasi dalam memberikan alternatif rencana dan usulan kepada pemerintah. Secara skematis struktur partisipasi masyarakat dalam perencanaan sebagai berikut: Gambar 2.1 Struktur Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Sumber: Geddesian dalam Soemarmo Bentuk lain dari partisipasi masyarakat adalah seperti yang dikemukakan oleh Robert (dalam Soemarmo, 2005). Robert pada dasarnya sependapat dengan geddesian. Ia mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat pada dasarnya diperlukan sejak awal dalam perencanaan pembangunan. Perencanaan pertisipatif menurut Robert dibagi atas perencanaan sebagai aktivitas perencana dan aktivitas masyarakat. Partisipasi masyarakat berada pada tahap pemilihan alternatif kebijakan dan program sementara penetapan tujuan, sasaran dan kebijakan dilakukan secara bersama dengan perencana. Adanya partisipasi masyarakat dalam penetapan tujuan, sasaran dan kebijakan secara bersama antara masyarakat dan perencana menurut Mc Connel (dalam Soemarmo, 2005) merupakan input sekaligus sebagai ekspresi dan aspirasi masyarakat. Menurut Juliantara (2002:87) substansi dari partisipasi adalah bekerjanya suatu sistem pemerintahan dimana tidak ada kebijakan yang diambil tanpa adanya persetujuan dari rakyat, sedangkan arah dasar yang akan dikembangkan adalah proses pemberdayaan, lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan pengembangan partisipasi adalah: Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri (otonom) mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan memudahkan masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai kecenderungan yang merugikan. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan masyarakat. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat. (Juliantara, 2002: 89-90). Literatur klasik selalu menunjukan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program pembangunan, tetapi makna sub stantif yang terkandung dalam sekuen-sekuen partisipasi adalah voice, access dan control (Juliantara, 2002:90-91). Pengertian dari masing-masing sekuen tersebut di atas adalah:
  1. Voice, maksudnya adalah hak dan tindakan warga masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan dan tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan pemerintah.
  2. Access, maksudnya adalah mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif mengelola barang-barang publik, termasuk didalamnya akses warga terhadap pelayanan publik. 
  3. Control, maksudnya adalah bagaimana masyarakat mau dan mampu terlibat untuk mengawasi jalannya tugas-tugas pemerintah. 

Sehingga nantinya akan terbentuk suatu pemerintahan yang transparan, akuntabel dan responsif terhadap berbagai kebutuhan masyarakatnya. Alexander Abe (2002:81) mengemukakan pengertian perencanaan partisipatif sebagai berikut: “perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan masyarakat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung) tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sangat sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat”. Lebih lanjut Abe mengemukakan langkah-langkah dalam perencanaan partisipatif yang disusun dari bawah yang dapat digambarkan sebagai tangga perencanaan dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut: 
  1. Penyelidikan, adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan mengumpulkan persoalan-persoalan bersifat local yang berkembang di masyarakat. 
  2. Perumusan masalah, merupakan tahap lanjut dari proses penyelidikan. Data atau informasi yang telah dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang lebih lengkap, utuh dan mendalam. 
  3. Identifikasi daya dukung, dalam hal ini daya dukung diartikan sebagai dana konkrit (uang) melainkan keseluruhan aspek yang bisa memungkinkan target yang telah ditetapkan.
  4. Rumusan tujuan, tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai, sesuatu keadaan yang diinginkan (diharapkan), dan karena itu dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya.
  5. Langkah rinci, penetapan langkah-langkah adalah proses penyusunan apa saja yang akan dilakukan. Proses ini merupakan proses membuat rumusan yang lebih utuh, perencanaan dalam sebuah rencana tindak. 
  6. Merancang anggaran, disini bukan berarti mengahitung uang, melainkan suatu usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia. 

Rumusan FAO yang dikutip Mikkelsen (2001:64) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksnakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring priyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan dengan keberadaan proyek tersebut. Pandangan lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh Mubyarto (1984:35), “partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorban kepentingan diri sendiri”. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi rakyat. Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri, maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan. Rumusan FAO dan pandangan Mubyarto di atas menunjukkan bahwa masyarakat harus dapat membantu dirinya sendiri dalam pembangunan. Hal ini dapat dicapai apabila ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan komunikasi dengan pihak terkait, sehingga program apapun yang direncanakan sudah selayaknya memperhatikan situasi setempat dan kebutuhan masyarakat sebagai kelompok sasaran, yang selanjutnya mereupakan salah satu persyaratan agar kegiatan dapat dilaksanakan sesuai harapan dan masyarakat secara sukarela melakukan pengawasan guna dapat mewujudkan tujuan dari kegiatan yang dicanangkan. Semakin mantap tingkat komunikasi yang dilakukan maka semakin besar pula terjadinya persamaan persepsi antara para stakeholders pembangunan. Hal ini senada sebagaimana dinyatakan Soemadi Rekso Putranto (1992:51 - 52) bahwa peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan hendaknya masyarakat tidak dipandang sebagai obyek semata, tetapi harus dilibatkan sebagai pelaku aktif dalam pembangunan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Selanjutnya hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah hendaknya masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara proposional sesuai dengan peranannya masing-masing. Guna dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat sesuai kondisi obyektif yang ada, maka partisipasi masyarakat dalam berbagai tahapan pembangunan merupakan suatu kebutuhan.hal ini sejalan sebagaimana dinyatakan Bintoro bahwa guna mencapai keberhasilan pembangunan maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat penting, yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan berikut: (1) Keterlibatan dalam penentuan arah, kinerja dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah; (2) Keterlibatan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, yang termasuk di dalamnya adalah memikul beban dan tanggung jawab pembangunan, yang dapat dilakukan dengan sumbangan memobilisasi pembiayaan pembangunan, melakukan kegiatan produktif, mengawasi jalannya pembangunan dan lain-lain; (3) Keterlibatan dalam menerima hasil dan manfaat pembangunan secara adil. Pandangan Bintoro di atas mencerminkan bahwa partisipasi masyarakat dalam tahapan-tahapan pembangunan pada prinsipnya merupakan tahapan pengambilan keputusan tentang rencana yang dilakukan. Tahapan selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan yaitu menerima manfaat secara proporsional, dan mengawasi program pembangunan yang dilaksanakan. Dengan perencanaan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat, berarti sudah mempertimbangkan kebutuhan dan situasi lingkungan masyarakat. Hal ini penting dalam tahapan proses selanjutnya, dimana masyarakat akan melaksanakan program yang direncanakan. Jika mereka merasa ikut memiliki dan merasakan manfaat program tersebut, maka diharapkan masyrakat dapat secara aktif melakukan pengawasan terhadap program, sehingga penyimpangan¬penyimpangan dapat lebih dihindarkan, guna mencapai keberhasilan pembangunan sesuai tujuan yang telah direncanakan. Terkait dengan masyarakat dalam tahapan kegiatan pembangunan, (Siagian, 1989:108) menyatakan bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan proses dalam memilih alternatif yang diberikan semua unsur masyarakat, lembaga formal, lembaga sosial dan lain-lain. Ini berarti partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat penting, karena masyarakat dituntut untuk dapat menentukan apa yang ingin dicapai, permasalahan apa yang dihadapi, alternatif apa yang kiranya dapat mengatasi masalah itu, dan alternatif mana yang terbaik harus dilakukan guna mengatasi permasalahan tersebut. Disadari bahwa dalam perencanaan pembangunan peran masyarakat sangat penting, namun kemampuan masyarakat pada umumnya masih relatif terbatas. Masih kurang dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga diskusi intensif antara pihak berkepentingan (stakeholders), baik dari unsur pemerintah, akademi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha terkait perlu diselenggarakan untuk dapat saling melengkapi informasi dan menyamakan persepsi tentang kebijkaan yang akan diputuskan oleh aparat tersebut. Pusic (dalam Adi, 2001:206-207) menyatakan bahwa Perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dlihat dari 2 hal, yaitu: a. Partsipasi dalam perencanaan Segi positif dari partsipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama. Disini dapat ditambahkan bahwa partisipasi secara langsung dalam perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat kecil, sedangkan untuk masyarakat yang besar sukar dilakukan. Namun dapat dilakukan dengan sistem perwakilan. Masalah yang perlu dikaji adalah apakah yang duduk dalam perwakilan benar-benar mewakili warga masyarakat. b. Partsipasi dalam pelaksanaan. Segi positif dari Partsipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga negara sebagai obyek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari. Pandangan Pusic yang menekankan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa hanya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan nampaknya belum lengkap guna menjamin kesinambungan pencapaian tujuan pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan pendapat Adi yang melengkapi pandangan Pusic. Menurut Adi (2001:208), dalam perkembangan pemikiran tentang partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan suatu komunitas, belumlah cukup hanya melihat partisipasi masyarakat hanya pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. partisipasi masyarakat hendaknya pula meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak diarahkan (non direktif), sehingga partisipasi masyarakat meliputi proses-proses: a. Tahap Assesment. b. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan. c. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan. d. Tahap evaluasi (termasuk didalamnya evaluasi input, proses dan hasil). Berdasarkan hal di atas, maka dapat dilihat bahwa partisipasi yang dilakukan masyarakat bersama-sama pihak terkait lainnya dalam berbagai tahapan pembangunan akan menghasilkan konsensus dalam kebijakan pembangunan, dan sekaligus melatih masyarakat menjadi lebih pandai khususnya dalam penanganan masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Wicaksono dan Sigiarto (Wijaya, 2001) berpendapat bahwa perencanaan partisipatif adalah usaha yang dilakukan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan secara mandiri. Keduanya mengemukakan ciri-ciri perencanaan partisipatif sebagai berikut: 
  1. Terfokus pada kepentingan masyarakat. a. Perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat. b. Perencanaan disiapkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.
  2. Partisipatoris (keterlibatan) Setiap masyarakat melalui forum pertemuan, memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat.
  3. Dinamis a. Perencanaan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak. b. Proses perencanaan berlangsung secara berkelanjutan dan proaktif. 
  4. Sinergitas a. Harus menjamin keterlibatan semua pihak. b. Selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi. c. Setiap rencana yang akan dibangun sedapat mungkin menjadi kelengkapan yang sudah ada, sedang atau akan dibangun. d. Memperhatikan interaksi diantara stakeholders. 
  5. Legalitas a. Perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku. b. Menjunjung etika dan tata nilai masyarakat. c. Tidak memberikan peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. 
  6. Fisibilitas Perencanaan harus bersifat spesifik, terukur, dan dijalankan dan mempertimbangkan waktu. Senada dengan ciri-ciri diatas Samsura (dalam Fitriasturi, 2005:40) mengemukakan kriteria-kriteria dari perencanaan partisipatif sebagai berikut: a. Adanya perlibatan seluruh stakeholders. b. Adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimate. c. Adanya proses politik melalui negosiasi atau urun rembuk yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama (collective agreement). d. Adanya usaha pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembelajaran kolektif yang merupakan bagian dari proses demokratisasi. 

Pendekatan partisipatif dalam perencanaan pembangunan menjadikan masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek pembangunan semata, tetapi juga sebagai subyek dalam pembangunan. Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat berarti hasil pembangunan yang akan dicapai akan bermanfaat dan berguna bagi masyarakat, selain itu juga resiko akan ditanggung pula oleh masyrakat.

 BAB III
 METODE PENELITIAN 

3.1. Rancangan Penelitian 
Penelitian ini menggunakan perspektif pendekatan kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Moleong 2006:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Adapun Bogdan dan taylor (dalam moleong 2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai pro sedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moleong 2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Menurut Nazir (1983), penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat, melukiskan secara tepat sifat¬sifat dari beberapa fenomena kelompok atau individu, menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas. Analisanya dikerjakan berdasarkan ex post facto, artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung (Nazir, 1983:105). Metode deskriptif umumnya memiliki 2 ciri khas utama: (1) memusatkan diri pada masalah-masalah yang ada sekarang; (2) data yang dikumpulkan pertama kali disusun, dijelaskan kemudian dianalisa karena itu metode deskriptif sering disebut metode analisa. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gej ala atau kelompok-kelompok tertentu atau menemukan penyebaran (frekuensi) suatu gejala dan gejala lainnya dalam masyarakat. Menurut Singarimbun, penelitian deskriptif biasa dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan secara ketat. Ia mengontrol juga hipotesa tetapi tidak akan diuji secara statistik. Selain itu ia mempunyai 2 tujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik dan frekuensi kerjanya suatu aspek fenomena sosial. Tujuan kedua adalah mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1982:4). Melalui metode penelitian deskriptif, metode ini berusaha mendeskripsikan atau melukiskan secara terperinci atau mendalam partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Sukabumi. Dengan pemilihan rancangan deskriptif kualitatif, maka penulis akan melakukan pendekatan terhadap obyek penelitian dengan menggali informasi sesuai dengan persepsi penulis dan informan dan dapat berkembang sesuai dengan interaksi yang terjadi dalam proses wawancara. Penulis senantiasa menginterpretasikan makna yang tersurat dan tersirat dari penjelasan yang diberikan informan, hasil observasi lapangan serta catatan pribadi.

3.2. Fokus Penelitian
Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Nasution, 1992:31) dalam menentukan fokus penelitian kualitatif pada awalnya Masalah yang akan teliti masih umum dan samar-samar akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah penulis berada dalam lapangan. Fokus itu masih mungkin mengalami perubahan selama berlangsungnya penelitian. Dengan perumusan fokus penelitian yang baik maka penulis akan terhindar dari pengumpulan data yang tidak relevan dan tidak terjebak pada bidang yang umum dan luas. Fokus penelitiannya adalah studi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah di Kecamatan Raba Kota Bima.

3.3. Fenomena Pengamatan
Fenomena pengamatan dalam penelitian ini dikembangkan dari pengertian perencanaan partisipatif yaitu usaha yang dilakukan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan secara mandiri. Adapun fenomena pengamatan dalam penelitian ini adalah: 
  1. Terfokus tidaknya perencanaan pada kepentingan masyarakat dilihatdari: a. Apakah perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat. b. Apakah perencanaan disiapkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. 
  2. Partisipasi masyarakat dilihat dari: a. Apakah masyarakat memperoleh peluang yang sama dalam memberikan sumbangan pemikiran. b. Apakah masyarakat mengalami hambatan terkendala waktu dan tempat dalam memberikan sumbangan pemikiran. c. Apakah masyarakat ikut memutuskan prioritas kegiatan yang akan diajukan dalam musrenbang yang lebih tinggi. 
  3. Sinergitas perencanaan dilihat dari : Apakah selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi serta terdapat interaksi diantara stakeholders. 
  4. Legalitas perencanaan dilihat dari : Apakah perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku serta menjunjung etika dan tata nilai masyarakat. 


3.4.Pemilihan Informan 
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian (Moleong 2006:132). Oleh karena itu seorang informan harus benar-benar tahu atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian (Bogdewic dalam Budi Puspo). Memilih seorang informan harus dilihat kompetensinya bukan hanya sekedar untuk menghadirkannya (Bernard dalam Budi Puspo). Agar dapat mengumpulkan informasi dari obyek penelitian sesuai dengan fenomena yang diamati, dilakukan pemilihan kepada unsur masyarakat secara purposive sebagai informan. Pemillihan didasarkan atas pertimbangan bahwa informan memiliki pemahaman terhadap fenomena penelitian. Tambahan informasi diperoleh dari informan lainnya yang ditentukan dengan teknik snow ball sampling. Penelusuran informan akan berakhir jika sudah tidak diperoleh tambahan informasi atau dihadapkan pada kendala dana dan waktu (Breg, Guba dan Lincoln dalam Fitriastuti, 2005 :75).

3.5. Instrumen Penelitian 
Salah satu cirri utama penelitian kualitatif adalah manusia sangat berperan dalam keseluruhan proses penelitian, termasuk dalam pengumpulan data, bahkan peneliti itu sendirilah instrumennya (Moleong 2006:241). Menurut Moleong cirri¬ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsive, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan mengikhtisarkan, dan memanfaatkan kesemapatan mencari respons yang tidak lazim. Adapun alat Bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat fotografi, tape recorder, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian dan alat bantu lainnya. 

3.6. Pengumpulan Data 
1. Jenis Data 
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan pada saat melaksanakan penelitian di lapangan berupa rekaman wawancara, pengamatan langsung melalui komunikasi yang tidak secara langsung tentang pokok masalah. Sedangkan data sekunder adalah data yang merupakan hasil pengumpulan orang atau instansi dalam bentuk publikasi, laporan, dokumen, dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 
2. Pengumpulan Data 
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara semi struktur Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono). b. Observasi. Observasi atau biasa dikenal dengan pengamatan adalah salah satu metode untuk melihat bagaimana suatu peristiwa, kejadian, hal-hal tertentu terjadi. Observasi menyajikan gambaran rinci tentang aktivitas program, proses dan peserta. Dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipasi pasip yaitu peneliti dating di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. 

3.7. Analisa Data
Prinsip utama dalam analisa data adalah bagaimana menjadikan data atau informasi yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk uraian dan sekaligus memberikan makna atau interprestasi sehingga sehingga informasi tersebut memiliki signifikan ilmiah atau teoritis. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Bikken dalam Moleong (2006:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

 DAFTAR PUSTAKA 
Abe, Alexander,, 2001, Perencanaan daerah memperkuat prakarsa rakyat dalam otonomi daerah, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. 
Abe, Alexander, 2002, Perencanaan Daerah Partisipatif, Penerbit Pondok Edukasi, Solo. 
Adi, Isbandi Rukminto, 2001, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, Lembaga Penelitian FE-UI, Jakarta. Budi Puspo, Bahan Ajar Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Diponegoro, Semarang. 
Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 
Hariani, Dyah, dkk, Bahan Ajar Manajemen Strategis dan Manajemen Pembangunan Fitriastuti, NurwiMayasri, 2005, Penjaringan Aspirasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Tengah, (Studi Optimalisasi Fungsi DPRD), Tesis, Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro, Semarang. 
Hasibuan, Malayu, S.P.Drs, 1993, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, CV. Haju Masagung, Jakarta. Kunarjo, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Universitas Indonesia UI Press, Jakarta. Kartasasmita, Ginanjar, 1997, Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta. 
Moleong, Lexy, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif , PT. Remaja Rosada Karya, Bandung. Mubiyarto, 1984, Pem bangunan Pedesaan, P3PK UGM, Yogyakarta. 
Mikkelsen, Britha, 2006, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Michael, Todaro, 1977, Pembangunan ekonomi di dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta. Muhadjir, H. Noeng, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rakesarasin, Yogyakarta. Milles, MB & Hubberman, AM, (1992) Analisis Data Kualitatif , Terjemahan oleh Tjetjep Rohidi dan mulyarto, UI Percetakan, Jakarta.
Moelyarto, Tjokrowinoto, 1999, Restrukturisasi Ekonomi dan Birokrasi, Kreasi Wacana, Yogyakarta. Nasution, 1992, Metode Penelitian Naturalistik – Kualitatif, Tarsito, Bandung. Nazir, Muhamad, 1983, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. 
Riyadi dan Bratakusumah, D.S, 2004, Perencanaan Pembangunan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 
ReksoPutranto, Soemadi, 1992, Manajemen Proyek Pemberdayaan, Lembaga Penerbitan FE-UI, Jakarta. Siagian, Sondang P, 1994, Administrasi Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta. 
Singarimbun, Masri dan sofyan Effendi, 1986, Metode Penelitian Survey, Suntingan LP3ES, Jakarta. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta. Soemarmo, 2005, Analisis Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif Pada Proses Perencanaan Pembangunan Di Kota Semarang (Studi Kasus Pelaksanaan Penjaringan Aspirasi Masyarakat Di Kecamatan Banyumanik), Tesis, Magister Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, Semarang. 
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995, Manajemen Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta. Wijaya, Rina, 2001, Forum Pengambilan Keputusan dalam Proses Perencanaan Pembangunan di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Di Kelurahan Jebres Kecamatan Jebres Kota Surakaarta), Tesis, MagisterPerencanaan Kota dan Daerah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.